Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si., menghadiri peluncuran buku Jalan Baru Moderasi Beragama dalam rangka Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir di Perpustakaan Nasional, Senin (04/03/2024).
Baca juga : Haedar Nashir : Dialog Publik Capres-Cawapres Jadi Sarana Literasi Politik Warga Muhammadiyah
Tampak pula Ketua Badan Pembina Harian (BPH) UMJ yang juga Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., dan Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Dr. Sopa, M.Ag., turut menghadiri acara tersebut.
Sederet nama tokoh dan pejabat negara juga turut hadir, di antaranya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Peluncuran buku dengan tebal 528 halaman terbitan Kompas itu disertai dengan bedah buku oleh Jusuf Kalla, Susi Pudjiastuti, Uskup Agung Ignatius Suharyo, dan Abdul Mu’ti. Dilansir dari Kompas.id Buku itu merangkum sebanyak 27 tulisan dari para cendekiawan dan agamawan yang secara garis besar berisi tentang buah pikiran dan gagasan sepanjang hidup Haedar Nashir.
Haedar Nashir berujar bahwa menjadi moderat itu artinya memposisikan diri sebagai jembatan penghubung dan jalan tengah dalam setiap kondisi yang terdapat pertentangan. Konsekuensi yang harus diterima yaitu siap dimusuhi.
“Semua orang harus merefleksi diri menghadapi realitas. Yuk, kita urai hal-hal yang keliru atau salah. Harus ada ketulusan kolektif,” ujarnya.
Buku itu salah satunya mengungkapkan peran Haedar yang berkontribusi besar bagi Muhammadiyah dalam mengawal eksistensi persyarikatan di tengah gelombang pasang ideologi Islam kanan pasca reformasi.
Muhammadiyah dapat mempertahankan sikap moderat sekaligus kritis dan berkemajuan dalam memandang setiap perubahan sosial. Hal itu disampaikan Sekretatis Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., pada sesi Bedah Buku.
Ia mengatakan bahwa Haedar adalah sosok yang konsisten berada di jalan tengah moderasi beragama saat maraknya upaya deradikalisasi kaum ekstremis digaungkan negara. Muhammadiyah terus berpegang teguh bahwa deradikalisasi merupakan bentuk ekstrem baru, hingga akhirnya moderasi menjadi pilihan dan program pemerintah.
“Moderasi itu sering dianggap berbeda, sering dikritik. Menjadi moderat dianggap mengambang dan tidak jelas. Moderasi bukan sikap di mana kita lembek, mengiyakan semua kemauan, tetapi menempuh prinsip Muhammadiyah dan membawanya dengan pendekatan tak ekstrem,” jelasnya.
Sementara itu Jusuf Kalla menyatakan bahwa dalam moderasi beragama tidak lepas dari modernisasi, terkhusus melalui Pendidikan. Menurutnya moderasi lahir karena adanya perkembangan pola pikir dan pertemuan dengan budaya baru.
Mantan Wakil Presiden ini menambahkan bahwa dasar dari perbedaan antar-agama hanya terdapat pada penafsiran sehingga konflik yang mengatasnamakan agama sebenarnya sekadar wujud dari ketidakadilan politik.
Beberapa contoh konflik ia sebutkan yaitu Poso dan Ambon yang dibawa karena ketidakadilan politik. “Demokrasi yang tiba-tiba muncul menyebabkan perbedaan situasi politik,” katanya. Kendati demikian, cara pandang Haedar dalam mengambil posisi ialah mengubahnya melalui pendidikan.
Moderasi beragama menjadi satu-satunya jalan bagi Indonesia untuk Bersatu dan mempertahankan keberagaman yang ada karena semua pihak mengutamakan titik tengah. Pandangan lainnya yaitu dari Uskup Agung Ignatius Suharyo melihat transformasi dalam tubuh Muhammadiyah diusung oleh Haedar.
Menurutnya, transformasi organisasi itu berasal dari dalam diri Haedar dan titik awalnya dari penghayatan agama secara otentik. ”Alangkah indahnya transformasi berjalan terus berkat pengaruh dari Muhammadiyah. Ini semua tentu pada menuju cita-cita kemerdekaan bangsa,” katanya.
Sementara itu, Susi Pudjiastuti mencoba melihat kecocokan antara dirinya dengan Haedar Nashir dalam setiap obrolan meskipun karakternya sangat bertolak belakang. Hal itu menurutnya karena latar belakang yang membentuk dirinya dan Haedar Nashir.
Ia mengaku dibesarkan di lingkungan NU dan Muhammadiyah. Ia mengenal konsep moderasi dari ayahnya yang menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dan membebaskan Susi. Kebebasan itu ia dapatkan agar dapat membaca apa pun, berteman dengan siapa pun, dan memahami banyak hal.
Editor : Dian Fauzalia